Selamat Minggu siang, puasin tidurnya (inget besok Senin lho!!!) wkwkwk
Setelah begitu lama tidak menjamah blog ini, entah kenapa tiba-tiba saya rindu sekali untuk memposting nyinyiran, pikiran dan pengalaman nyeleneh saya (lagi).
Jadi ceritanya sejak tadi pagi saya sibuk membenahi blog ini, mulai dari mengganti favicon, tema blog, tata letak dan segala tetek bengeknya. Tujuannya jelas, agar hits blog saya segera meningkat. Pekerjaan yang sesungguhnya sangat menelan banyak waktu tapi tidak memberikan perubahan yang berarti pada blog saya. Setelah banyak mencoba melakukan kostumisasi, saya akhirnya memutuskan untuk kembali menggunakan desain standar. Mungkin banyak orang akan menganggap saya sebagai orang yang tidak jelas, tapi saya merasa selalu ada perasaan mengganjal jika rasa penasaran saya tidak terpenuhi. Maaf ya, saya lemah (hehehe). Semenjak pertama kali membuat blog, saya selalu berkeinginan agar blog saya terus hidup dan produktif. Tapi apa daya, saya memang bukan orang yang sanggup konsisten untuk terus menulis dan melakukan blogwalking. Buktinya sekarang, sudah 6 bulan blog ini mati suri (lagi). Menyedihkan kemudian melihat hits blog saya yang juga tak kunjung meningkat, huuu.
Baiklah, sepertinya anda semua sudah mulai muak dan ingin muntah mendengar cerita basi saya tersebut. Kali ini saya ingin berbagi pemikiran mengenai sebuah lagu yang menurut saya begitu menarik. Sebuah lagu rayuan berjudul "Untuk Melika Hamaudi" yang dengan begitu apik dibawakan oleh Kontra dalam album Jogja Hiphop Foundation It's Poetry Battle pada tahun 2010. Sudah lawas memang namun masih menjadi salah satu lagu favorit saya hingga saat ini.
Awalnya saya tidak mengetahui bahwa lagu tersebut berasal dari puisi karya Acep Zam-zam Noer dengan judul asli "Buat Melika Hamaudi." Bagi saya, sebuah cerita indah dalam puisi tersebut mampu secara brilian diintepretasikan oleh Kontra. Sebuah kerja yang menarik. Saya selalu tersenyum sendiri ketika mendengarkan lagu ini. Bagaimana pun saya selalu saja membayangkan bagaimana kisah dalam lagu itu bergulir. Aliran cerita yang sedikit "picisan" namun terasa begitu dinamis.
Saya membayangkan bagaimana seorang lelaki flamboyan yang terbiasa mempermainkan dan mencampakkan wanita, seketika takhluk dengan tatapan dan pesona Melika Hamaudi. Saya selalu menggambarkan Melika sebagai seorang perempuan cerdas dengan kepribadian mengagumkan. Seorang gadis yang cerdas, mandiri, memiliki kemauan kuat, dan pantang menyerah. Innerbeauty lah yang membuatnya begitu mempesona, bukan sekedar kecantikan fisik yang kopong. Ya begitulah otak nyinyir saya selalu berfikir buruk pada wanita-wanita yang hanya jago mendandani tubuh dan status sosialnya namun sama sekali tak menggunakan otaknya untuk berfikir dan berguna bagi orang lain.
Saya selalu membayangkan bagaimana dalam gerbong kereta api Tuhan telah mempertemukan 2 makhlukNya untuk bersama mengukir dan menjalani episode kehidupannya. Pertemuan tak sengaja yang menimbulkan kesan mendalam bagi si pria. Pertemuan itu pulalah yang membuat si pria tak bisa berpikir apapun selain bagaimana ia harus meminang si perempuan hebat itu dan tidak menyiakan rencana indah Tuhan tersebut. Ia yang biasa begitu fasih menghadapi dan merayu perempuan, kini hanya mampu berkata dengan terbata dan tak mampu menjadi dirinya sendiri. Ia seketika berubah menjadi seorang pria yang terlalu kikuk.
Usaha keras nan konsisten yang dilakukan oleh si pria tersebut membuat Melika tidak menolak untuk berkawan dan berjalan-jalan dengannya menikmati angin senja. Namun begitulah Tuhan mencipta garis takdir makhluknya. Tak sedikitpun Ia tumbuhkan rasa cinta di hati Melika. Ia hanya ciptakan nyaman, dan begitulah kehidupan terus berlanjut. Pria flamboyan yang telah memberikan segenap hati dan sebagian besar hidupnya harus menerima kenyataan bahwa melika hanya menganggapnya tak lebih sebagai seorang abang.
Nah ini dia liriknya :
"Kulihat jemarimu yang lentik dan kusaksikan di langit arah awan yang mengirimkan senja yang lain kearah kita
Ada warna merah warna biru yang pupus
Bongkahan kelabu yang melayang jauh
Dari jendela kulihat sungai sin yang membelah kota
Dengan jembatan - jembatannya yang penuh ukiran
Seperti rambut ikalmu lalu dari puncak apartemen yang tinggi kita berloncatan meliuk-liuk dan berteriak di udara
Senja pecah menjadi ribuan isyarat sunyi yang mungkin bisa diterjemahkan sebagai hasrat atau niat tersembunyi untuk bunuh diri
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Kuingat tarian perutmu dan kubayangkan sosokmu yang ramping rautmu yang runcing dengan alis ada syairmu yang menikam seorang penyair di gerbong kereta api
Disepanjang terowongan yang menembus tubuh tua kota ini ada yang menggelempar karena kehilangan kata-kata ketika sunyi menyejakkan sebuah belanda merah muda yang bernama kebisuan
Lalu apakah arti percakapan kita dari halte ke halte menyusuri jalan yang berliku keluar masuk restoran museum atau toko buku sedang yang kutemukan slalu bukan ruang
Demikianlah aku mengerti gerak liar sangkakti hukum awal dan akhir penghianatan yang kemudian menjadi monumen terkenal seperti pasdiley yang ramai dikunjungi orang
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Di bawah cahaya lampu merkuri diantara tiang-tiang marmar kita merasa lebih tua dari usia bumi yang sebenarnya
Rautmu yang runcing tatapanmu yang tajam dan berkilat seperti ingin membunuhku
Tapi azan telah beranjak ke timur ke lereng-lereng perbukitan ke mermardey yang murung
Kini tanganmu menyentuh dagumu pelan-pelan dan tiba-tiba kurasakan sebuah ketajaman
Yang lain lagi menambah kecantikan yang luar biasa selalu menghunuskan pisau
Seperti senja yang menancapkan satu jawaban yang tak mungkin bisa kuucapkan lagi padamu
Tak mungkin bisa kutuliskan diatas pakaian dalammu tak bisa kutuliskan
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat"
Maaf jika ada yang merasa intepretasi yang saya lakukan terlalu picisan, mungkin itu efek karena saya terlalu banyak mengkonsumsi drama Korea. Bagi yang belum pernah mendengarkan lagu tersebut, saya sangat menyarankan untuk mencoba mendengarkannya dan mengintepretasikannya. Saya tunggu ya bagaimana cerita imajinasi kalian atas lagu tersebut :D
Semoga menginspirasi.
Setelah begitu lama tidak menjamah blog ini, entah kenapa tiba-tiba saya rindu sekali untuk memposting nyinyiran, pikiran dan pengalaman nyeleneh saya (lagi).
Jadi ceritanya sejak tadi pagi saya sibuk membenahi blog ini, mulai dari mengganti favicon, tema blog, tata letak dan segala tetek bengeknya. Tujuannya jelas, agar hits blog saya segera meningkat. Pekerjaan yang sesungguhnya sangat menelan banyak waktu tapi tidak memberikan perubahan yang berarti pada blog saya. Setelah banyak mencoba melakukan kostumisasi, saya akhirnya memutuskan untuk kembali menggunakan desain standar. Mungkin banyak orang akan menganggap saya sebagai orang yang tidak jelas, tapi saya merasa selalu ada perasaan mengganjal jika rasa penasaran saya tidak terpenuhi. Maaf ya, saya lemah (hehehe). Semenjak pertama kali membuat blog, saya selalu berkeinginan agar blog saya terus hidup dan produktif. Tapi apa daya, saya memang bukan orang yang sanggup konsisten untuk terus menulis dan melakukan blogwalking. Buktinya sekarang, sudah 6 bulan blog ini mati suri (lagi). Menyedihkan kemudian melihat hits blog saya yang juga tak kunjung meningkat, huuu.
Baiklah, sepertinya anda semua sudah mulai muak dan ingin muntah mendengar cerita basi saya tersebut. Kali ini saya ingin berbagi pemikiran mengenai sebuah lagu yang menurut saya begitu menarik. Sebuah lagu rayuan berjudul "Untuk Melika Hamaudi" yang dengan begitu apik dibawakan oleh Kontra dalam album Jogja Hiphop Foundation It's Poetry Battle pada tahun 2010. Sudah lawas memang namun masih menjadi salah satu lagu favorit saya hingga saat ini.
Awalnya saya tidak mengetahui bahwa lagu tersebut berasal dari puisi karya Acep Zam-zam Noer dengan judul asli "Buat Melika Hamaudi." Bagi saya, sebuah cerita indah dalam puisi tersebut mampu secara brilian diintepretasikan oleh Kontra. Sebuah kerja yang menarik. Saya selalu tersenyum sendiri ketika mendengarkan lagu ini. Bagaimana pun saya selalu saja membayangkan bagaimana kisah dalam lagu itu bergulir. Aliran cerita yang sedikit "picisan" namun terasa begitu dinamis.
Saya membayangkan bagaimana seorang lelaki flamboyan yang terbiasa mempermainkan dan mencampakkan wanita, seketika takhluk dengan tatapan dan pesona Melika Hamaudi. Saya selalu menggambarkan Melika sebagai seorang perempuan cerdas dengan kepribadian mengagumkan. Seorang gadis yang cerdas, mandiri, memiliki kemauan kuat, dan pantang menyerah. Innerbeauty lah yang membuatnya begitu mempesona, bukan sekedar kecantikan fisik yang kopong. Ya begitulah otak nyinyir saya selalu berfikir buruk pada wanita-wanita yang hanya jago mendandani tubuh dan status sosialnya namun sama sekali tak menggunakan otaknya untuk berfikir dan berguna bagi orang lain.
Saya selalu membayangkan bagaimana dalam gerbong kereta api Tuhan telah mempertemukan 2 makhlukNya untuk bersama mengukir dan menjalani episode kehidupannya. Pertemuan tak sengaja yang menimbulkan kesan mendalam bagi si pria. Pertemuan itu pulalah yang membuat si pria tak bisa berpikir apapun selain bagaimana ia harus meminang si perempuan hebat itu dan tidak menyiakan rencana indah Tuhan tersebut. Ia yang biasa begitu fasih menghadapi dan merayu perempuan, kini hanya mampu berkata dengan terbata dan tak mampu menjadi dirinya sendiri. Ia seketika berubah menjadi seorang pria yang terlalu kikuk.
Usaha keras nan konsisten yang dilakukan oleh si pria tersebut membuat Melika tidak menolak untuk berkawan dan berjalan-jalan dengannya menikmati angin senja. Namun begitulah Tuhan mencipta garis takdir makhluknya. Tak sedikitpun Ia tumbuhkan rasa cinta di hati Melika. Ia hanya ciptakan nyaman, dan begitulah kehidupan terus berlanjut. Pria flamboyan yang telah memberikan segenap hati dan sebagian besar hidupnya harus menerima kenyataan bahwa melika hanya menganggapnya tak lebih sebagai seorang abang.
Nah ini dia liriknya :
"Kulihat jemarimu yang lentik dan kusaksikan di langit arah awan yang mengirimkan senja yang lain kearah kita
Ada warna merah warna biru yang pupus
Bongkahan kelabu yang melayang jauh
Dari jendela kulihat sungai sin yang membelah kota
Dengan jembatan - jembatannya yang penuh ukiran
Seperti rambut ikalmu lalu dari puncak apartemen yang tinggi kita berloncatan meliuk-liuk dan berteriak di udara
Senja pecah menjadi ribuan isyarat sunyi yang mungkin bisa diterjemahkan sebagai hasrat atau niat tersembunyi untuk bunuh diri
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Kuingat tarian perutmu dan kubayangkan sosokmu yang ramping rautmu yang runcing dengan alis ada syairmu yang menikam seorang penyair di gerbong kereta api
Disepanjang terowongan yang menembus tubuh tua kota ini ada yang menggelempar karena kehilangan kata-kata ketika sunyi menyejakkan sebuah belanda merah muda yang bernama kebisuan
Lalu apakah arti percakapan kita dari halte ke halte menyusuri jalan yang berliku keluar masuk restoran museum atau toko buku sedang yang kutemukan slalu bukan ruang
Demikianlah aku mengerti gerak liar sangkakti hukum awal dan akhir penghianatan yang kemudian menjadi monumen terkenal seperti pasdiley yang ramai dikunjungi orang
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Di bawah cahaya lampu merkuri diantara tiang-tiang marmar kita merasa lebih tua dari usia bumi yang sebenarnya
Rautmu yang runcing tatapanmu yang tajam dan berkilat seperti ingin membunuhku
Tapi azan telah beranjak ke timur ke lereng-lereng perbukitan ke mermardey yang murung
Kini tanganmu menyentuh dagumu pelan-pelan dan tiba-tiba kurasakan sebuah ketajaman
Yang lain lagi menambah kecantikan yang luar biasa selalu menghunuskan pisau
Seperti senja yang menancapkan satu jawaban yang tak mungkin bisa kuucapkan lagi padamu
Tak mungkin bisa kutuliskan diatas pakaian dalammu tak bisa kutuliskan
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat"
Maaf jika ada yang merasa intepretasi yang saya lakukan terlalu picisan, mungkin itu efek karena saya terlalu banyak mengkonsumsi drama Korea. Bagi yang belum pernah mendengarkan lagu tersebut, saya sangat menyarankan untuk mencoba mendengarkannya dan mengintepretasikannya. Saya tunggu ya bagaimana cerita imajinasi kalian atas lagu tersebut :D
Semoga menginspirasi.
1 komentar:
bukan sang flamboyan mbak... itu yang jatuh cinta si pembuat penyair alias si penyair itu sendiri... islamis lho mbak si penyair... liat syair syair lain beliau..... mengambarkan kedasyatan melika yang sampe membuat jatuh cinta si penyair trims
Posting Komentar